PERJALANAN
HIDUPKU DENGAN BNI
BNI
selalu menjadi teman perjalanan hidupku semasa waktu masih dibangku sekolah
mulai dari SD, SMP, SMA bahkan sampai dengan perguruan tinggi. Begitupun akhirnya aku bekerja dan
berkeluarga masih berhubungan dengan BNI.
Aku menjadi nasabah BNI sejak berusia 11 tahun waktu aku masih duduk
dibangku SD kelas V. Itupun diawali ketika
nenekku membagi warisan kepada setiap cucunya berupa tabungan pendidikan dalam
bentuk Taplus BNI. Adik perempuanku pun
demikian medapat tabungan pendidikan Taplus BNI. Tabungan tersebut sengaja diberikan nenek untuk
dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan pendidikanku mulai dari kebutuhan membeli
buku dan peralatan sekolah sampai dengan membayar uang sekolah. Tabungan tersebut sangat membantu sekali bagi
ibuku yang sebagai single parent
membantu meringankan ekonomi keluarga.
Ayahku
meninggal saat aku berusia 11 tahun ketika aku akan naik ke kelas VI. Kematian ayahku
cukup memukul berat ibuku dan aku serta adikku.
Dengan meninggalnya ayah otomatis beban keluarga harus ditanggung oleh
ibuku yang mempunyai penghasilan yang sangat kecil dan kemungkinan tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga termasuk pendidikanku dan adikku. Untungnya nenekku berinisiatif untuk membagi
warisan beliau dikarenakan umur beliau sudah tua dan sering menderita sakit
sehingga beliau takut jika sewaktu-waktu nanti akan meninggal dunia. Beliau takut nantinya warisan tersebut akan
memecah belah silaturahmi keluarga.
Tabungan
plus BNI yang diberikan oleh nenekku pada saat itu dititipkan pada ibuku karena
pada saat itu aku dan adikku masih dianggap belum sepenuhnya mengerti tentang
tata cara pengambilan uang di BNI. BNI pada tahun itu masih bernama BNI 46
karena menurut sejarahnya BNI didirikan pada tanggal 5 Juli 1946. Pada tahun 1986 penarikan uang masih
dilakukan manual tidak seperti sekarang ini cukup menggunakan ATM (Anjungan Tunai
Mandiri) sehingga pada saat itu jika aku dan adikku memerlukan uang untuk memenuhi
kebutuan sekolah, biasanya aku dan adikku serta ibuku sekalian datang ke BNI
dan menuliskan slip penarikan lalu dibubuhi tanda tangan. Ibuku ikut mengantar karena aku dan adik
masih belum berani untuk datang sendiri ke BNI sebab letaknya yang jauh dari
rumah sehingga terpaksa harus menaiki kendaraan umum.
Teman-teman
sebayaku saat itu masih menabung di sekolah sedangkan aku sudah menabung di sekolah
dan BNI. Hal itu yang membuat
teman-teman sebayaku menjadi iri tapi setelah kujelaskan pada mereka bahwa yang
menabung di BNI itu adalah ibuku mereka pun mengerti dan tidak lagi sirik
padaku. Mengingat perilaku anak-anak masih
polos jadi apa yang mereka rasakan langsung saja diungkapkan.
Tabungan
Plus BNI yang aku miliki sangat berguna terutama pada saat aku masuk ke SMP, sebagian
uang yang ada ditabungan digunakan untuk membayar uang DSP (Dana Sumbangan
Pendidikan) dan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) 1 (satu) semester. Masuk SMP pada saat itu ditarik biaya karena
belum ada program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diberikan oleh
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (DIKDASMEN). Beberapa kegiatan yang memerlukan pembiayaan
aku ambil juga dari tabungan pendidikan BNI ku.
Sewaktu
masuk ke SMA Tabungan Plus BNI yang aku miliki juga sangat berguna karena sebagian
uang yang ada ditabungan digunakan untuk membayar uang DSP (Dana Sumbangan
Pendidikan) dan SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) 1 (satu) semester. Beberapa kegiatan yang memerlukan pembiayaan
aku ambil juga dari tabungan pendidikan BNI ku.
Apalagi saat di bangku SMA banyak pengeluaran-pengeluaran diluar SPP (Sumbangan
Pembinaan Pendidikan) seperti biaya perpisahan dan biaya pembuatan buku laporan
tahunan.
Di perguruan tinggi aku pun masih menggunakan buku
tabungan plus BNI dimana uang tabungan tersebut digunakan untuk membayar uang
mendaftar UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) istilah yang dulu
digunakan tapi sekarang lebih dikenal dengan istilah SBMPTN (Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selain
itu uang tabunganku pun aku gunakan untuk mendaftar pendidikan D3 (Diploma 3) diberbagai
perguruan tinggi negeri seperti di UI (Universitas Indonesia) dan IPB (Institut
Pertanian Bogor). Untungnya aku diterima
di D3 IPB sehingga biaya kuliah yang dikeluarkan tidak terlalu besar sehingga tabungan
plus BNI ku pun cukup memadai tanpa harus menambah tambahan dana dari pos yang
lain.
Sayangnya ketika lulus dari perguruan tinggi tabungan
plus BNI ku pun habis ludes untuk membiayai penelitianku termasuk pembuatan
laporan penelitian (istilah skripsi dalam D3). Tapi untungnya aku kemudian diterima kerja di
IPB yang ternyata ada kerjasama dengan BNI dalam hal pembayaran gaji setiap
bulannya sehingga otomatis aku kini masih berhubungan dengan BNI jadi BNI
selalu menemai perjalanan hidupku sampai sekarang.